Pages

Sunday, February 3, 2013

CARA MELAMAR MENURUT ADAT MANNA BAGHI (ADAT SERAWAI)


CARA MELAMAR MENURUT ADAT MANNA BAGHI (ADAT SERAWAI)


Cara berunding antara laki-laki dengan wanita:
Pertama laki-laki datang ke rumah wanita yang ingin dilamarnya dengan maksud tujuan untuk bertanya kepada wanita itu tentang hubungan mereka dan juga bermaksud untuk melamarnya.Setelah bertemu dengan sang wanita,laki-laki segera mengungkapkan maksud kedatangnya. Apabila lamaran itu di terima,maka sang laki-laki di suruh untuk membawa kedua orang tuanya untuk datang menemui orang tua dari pihak wanita dengan
waktu yang telah di meraka sepakati.

Pakaian yang dikenakan peada waktu akan melaksnakan lamaran:
Pihak laki-laki,mengenakan jas,kain serung dan juga memakai peci.
Pihak perempuan,mengenakan kebaya.

Kedatangan Orangtua dari pihak laki-laki:
Pada waktu yang di tentukan tersebut orang tua dari pihak laki-laki pergi kerumah orang tua perempuan untuk memastikan apakah benar anak merekah telah berjanji untuk melamar anak mereka,apabila itu benar-benar terjadi, maka kedua orang tua tersebut melaksanakan Beijau Rasan (Untuk menentukan hari pernikahan mereka berdua) biasanya sebelum beijau tersebut kedua orang tua mereka melakukan suatu pembicaraan menggunakan pantun lama atau lebih di kenal dengan kata Rimbaian dan saling balas dan setelah beijau rasan itu mereka resmi bertunangan.
Berikut adalah salah satu bunyi dariRimbaian tersebut:
Padi pulut tumbuk mesin
Ndak napai endiak beragi
Lagi karut lagi miskin
Tapaw diharap jemau dengan kami.

Adat madu kulau atau nampun kulau.
Adat ini dilakukan setelah dilaksanakan Beijau Rasan. Cara melakukan adat ini ialah, Orang tua dari pihak laki-laki datang lagi ke rumah orang tua perempuan.disana pihak laki mengajukan dua perjanjian untuk disepakati yaitu:
1.      Rasan Semendau Ndik Beemas
2.      Rasan Semendau Belapiak emas.

Dimana Semendau Ndiak beemas adalah dimana perjanjian tersebut tidak menggunakan riyal(uang) dan dengan persyaratan setelah menikah laki-laki tersebut harus tinggal di rumah orangtua perempuan.
Dan dalam adat ini juga ada suatu perjanjian yaitu Melanjau,yang artinya pihak dari laki-laki memberikan sesuatu yang telah di sepakati oleh kedua pihak. Melanjau ini terbagi menjadi tiga tahap yaitu melan jau pertama ,melanjau ini pihak laki-laki mengantarkan melanjau itu sebanyak tujuh talam .talam itu berisi makanan berupa goreng pisang dan buak atau bajik. Yang kedua yaitu melanjau sebanyak lima talam.dan ketiga yaitu melanjau sebanyak  tiga talam. Ini terjadi saat sudah resmi bertunangan  dan acara ini terjadi apabila sang lelaki mengajak andun kepada pihak wanita.

Sedangkan, Semendau Belapiak emas adalah dimana perjanjian tersebut menggunakan riyal(uang) yang telah dijanjikan oleh pihak perempuan dan dengan persyaratan setelah menikah perempuan tersebut harus tinggal dirumah orang tua laki-laki. Adat semendau belapiak emas ini sering juga disebut adat Ambiak Anak. Dan biasanya adat madu kulau ini dilaksanakan pada waktu sebelum akad nikah.

Sunday, January 20, 2013

AKSARA KAGANGA

BENGKULU-Kepala Museum Negeri Bengkulu Ahadin mengatakan, penerjemah naskah kuno yang ditulis dengan aksara Kaganga semakin langka sehingga banyak koleksi museum yang belum diterjemahkan.
"Hingga saat ini hanya Profesor Sarwit Sarwono dari Universitas Bengkulu yang pernah menerjemahkan sejumlah naskah kuno aksara Kaganga koleksi museum," katanya di Bengkulu, Sabtu.
Aksara Kaganga adalah huruf daerah Bengkulu.
Minimnya penerjemah naskah kuno yang sebagian besar diperoleh dari tangan masyarakat tersebut, katanya, membuat baru 5 persen dari 126 koleksi naskah kuno yang ada di museum itu.
Hingga saat ini, kata dia, baru 10 naskah yang sudah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia.
Sebagian besar naskah kuno tersebut juga tidak diketahui identitas penulisannya (anonim).
Koleksi naskah kuno yang sudah diterjemahkan tersebut, antara lain, berisi pantun, ramuan obat, sejarah, dan wejangan yang sudah berumur puluhan, bahkan ratusan tahun.
"Koleksi ini sangat berharga. Tetapi kelemahannya, penerjemah sangat minim. Pak Sarwit juga membawa naskah itu ke daerah asalnya dan mencari orangtua yang masih bisa mengerti aksara Kaganga," ujarnya.
Selain keterbatasan penerjemah, ketersediaan anggaran juga menjadi kendala untuk menerjemahkan naskah kuno tersebut.
Keterbatasan anggaran tersebut membuat kegiatan penerjemahan naskah kuno dilakukan terakhir tahun 2003. "Sejak itu belum pernah ada lagi kegiatan penerjemahan naskah kuno karena kendala dana, setidaknya kami membutuhkan Rp 150 juta hingga Rp 200 juta," ujarnya.
Anggaran tersebut, selain menerjemahkan naskah kuno yang membutuhkan bantuan dari masyarakat yang masih mengenal aksara Kaganga, juga untuk mencetak terjemahan tersebut.
Ahadin mengaku selalu mengusulkan anggaran tersebut setiap tahun dalam APBD provinsi, tetapi belum terealisasi. "Kami berharap pemerintah daerah juga memerhatikan kegiatan menggali informasi dari naskah kuno yang ditulis nenek moyang kita karena banyak ilmu dan pelajaran yang tercantum di dalamnya," katanya.
Selain naskah kuno, museum yang berdiri di atas lahan seluas 9.974 meter persegi tersebut juga menyimpan 6.000 koleksi lainnya, antara lain tenunan kain tradisional Bengkulu dan mesin cetak Drukkey Populair dengan merek "Golden Press" yang digunakan Pemerintah Indonesia untuk mencetak "uang merah".

Friday, January 18, 2013

Tentang Suku Serawai

Suku Serawai

Suku Serawai adalah suku bangsa dengan populasi kedua terbesar yang hidup di daerah Bengkulu. Sebagian besar masyarakat suku Serawai berdiam di kabupaten Bengkulu Selatan, yakni di kecamatan Sukaraja, Seluma, Talo, Pino, Kelutum, Manna, dan Seginim. Suku Serawai mempunyai mobilitas yang cukup tinggi, saat ini banyak dari mereka yang merantau ke daerah-daerah lain untuk mencari penghidupan baru, seperti ke kabupaten Kepahiang, kabupaten Rejang Lebong, kabupaten Bengkulu Utara, dan sebagainya.
Secara tradisional, suku Serawai hidup dari kegiatan di sektor pertanian, khususnya perkebunan. Banyak di antara mereka mengusahakan tanaman perkebunan atau jenis tanaman keras, misalnya cengkeh, kopi, kelapa, dan karet. Meskipun demikian, mereka juga mengusahakan tanaman pangan, palawija, hortikultura, dan peternakan untuk kebutuhan hidup. (http://id.wikipedia.org/wiki/Suku_Serawai).

Sedangkan Serawai Menurut Arsyid Mesatip ( Mantan Ketua BMA Bengkulu Selatan ), suku serawai adalah masyarakat pemakai Bahasa yang hampir setiap katanya menggunakan kata "Au".berdasarkan sumber dari buku yang ditulis oleh Kiagus Husen dalam bukunya "Simbur Cahaya Bangkahulu",tahun 1938. dalam buku tersebut mengatakan bahwa adat lembaga serawai ini terpakai di distrik Pino, Ulu Manna, Manna, dan Bengkenang yaitu dalam : Marga Anak Gumai, Marga Tanjung Raya, Marga VII Pucukan, Marga Anak Lubuk Sirih, Marga Anak Dusun Tinggi, Sumbai Besar Manna, Sumbai Kecil Manna dan Luar Khalifah Manna. Dalam buku Simbur Cahaya Bangkahulu juga disebutkan oleh kepala-kepala marga dalam Onder afdeeling Manna pada tanggal 7 juli 1913 telah ditetapkan adat lembaga dalam Onder afdeeling Manna yang di sah kan oleh Resident Bengkoelen dd.18 November 1911 No. 456 dan tanggal 12 Desember 1913 No. 577 yang meliputi 4 daerah ( 4 macam adat lembaga ) :

1. UU Adat Lembaga Pasar Manna :
DIpakai di pasar pino, pasar manna dan pasar padang guci.
2. UU Adat Lembaga Serawai :
Dipakai di distrik Pino, Ulu Manna, Manna, dan Bengkenang yaitu dalam : Marga Anak Gumai, Marga Tanjung Raya, Marga VII Pucukan, Marga Anak Lubuk Sirih, Marga Anak Dusun Tinggi, Sumbai Besar Manna, Sumbai Kecil Manna dan Luar Khalifah Manna.
3. UU Adat Lembaga Pasemah Ulu Manna :
Dipakai di Marga Ulu Lurah Ulu, Ulu Lurah Ilir, Sumbai Besar Rabu Semat, Sumbai Besar Semat Puro.
4. UU Adat Lembaga Pasemah cara kedurang dan padang guci :
dipakai di marga tanjung buntar, Ulu LUrah Kedurang, semidang mulak kedurang, sumbai besar kedurang, sumbai besar padang guci, semidang mulak padang guci, luar khalifah padang guci dan anak kelampaian.

Aksara Serawai














Suku bangsa Serawai juga telah memiliki tulisan sendiri. Tulisan itu, seperti halnya aksara kaganga, disebut oleh para ahli dengan nama huruf Rencong. Suku Serawai sendiri menamakan tulisan itu sebagai Surat Ulu. Susunan bunyi huruf pada Surat Ulu sangat mirip dengan aksara Kaganga. Oleh sebab itu, tidak aneh apabila pada masa lalu para pemimpin-pemimpin suku Rejang dan Serawai dapat saling berkomunikasi dengan menggunakan bentuk-bentuk tulisan ini.
 

Blogger news

Blogroll

About